BUTUH
PRIBADI BERHIKMAT KEKINIAN
Tema besar untuk arah dasar karya pelayanan dan
pastoral Gereja Keuskupan Agung Jakarta dari tahun 2016-2020 adalah “Amalkan Pancasila”. Tahun
2016: “Amalkan Pancasila: Kerahiman Memerdekaan”.
Tahun 2017 mengusung tema: “Amalkan Pancasila: Makin Adil, Makin Beradab”.
Tahun 2018 mengusung tema: “Amalkan Pancasila: Kita Bhinneka, Kita Indonesia”. Kini
memasuki tahun ke empat, sebagai Tahun Berhikmat. Tema refleksi tahun ini
adalah “Amalkan Pancasila: Kita Berhikmat, Bangsa Bermartabat”. Tema ini tentu
sesuai dengan niat besar Gereja Keuskupan Agung Jakarta untuk mengamalkan sila ke-4 Pancasila. Hikmat dan kebijaksanaan bersumber dari
Allah sendiri. Ia yang memberi inspirasi dan daya bagi manusia dalam
menghidupkan keluarga dan komunitasnya.
Bapa Uskup Mgr Ignatius
Suhario mengajak seluruh umat Katolik di Keuskupan Agung Jakarta untuk menjaga persatuan Indonesia di
tengah perbedaan, mulai dari dalam keluarga, komunitas, lingkungan dan
masyarakat. Juga hikmat dan kebijaksanaan dalam
mengelola kenyataan perbedaan yang ada. Semangat ini menjadi
nafas dalam retret agung jemaat Katolik di masa Prapaskah tahun 2019.
Dalam surat gembala menyongsong
2019 sebagai Tahun Berhikmat, Bapak Uskup menekankan makna
perjumpaan kita dengan Yesus. Harus ada perubahan hidup sebagai hadiah dari
perjumpaan itu. Seperti para bijak dari timur. “Mereka pulang lewat jalan lain”. Arti dari frase itu
adalah perjumpaan dengan Yesus mengharuskan mereka untuk tidak lagi melewati
jejak hidup lama yang salah. Dan itulah ciri orang yang berhikmat dan bijak.
Terbuka pada pembaruan hidup.
Setiap hari, umat Katolik
berjumpa dengan Tuhan. Ketika membaca dan
mendengarkan Kitab Suci, berdoa, merayakan sakramen-sakramen, kisah hidup
setiap hari, dan dalam diri para pemimpin Gereja, sesungguhnya perjumpaan itu
terjadi. Buah dari perjumpaan itu tergantung pada keterbukaan hati kita. Bila
hati kita terbuka, maka kita tergerak untuk mencari, menemukan, dan menikmati
maknanya. Tetapi kalau hati kita tertutup, maka semua pengalaman hidup setiap
hari hanya rutinitas yang menyita waktu dan perhatian kita. Kita menjadi
pribadi yang kering dan kerdil.
Pribadi yang berkualitas
dapat dilihat dari hikmat dan kebijaksanaan yang dimilikinya. Uskup Suhario terganggu dengan kasus
moral yang menimpa petinggi bangsa ini. Sudah banyak koruptor yang ditangkap
dan dijebloskan dalam penjara. Masih banyak lagi pelaku korupsi yang belum
disebut koruptor karena sedang menikmati korupsinya dan belum ditangkap KPK.
Bapak Uskup secara tegas mengatakan bahwa mereka adalah
bukan pemimpin yang berhikmat dan bijaksana. Pemimpin tidak bermoral ini yang
membunuh martabat bangsa. Tipe pemimpin-pemimpin itu yang merusak moral
generasi sekarang. Mereka yang potensial mengubah orientasi rakyat akan kebaikan. Bukan tidak mungkin, mereka sedang
mengajarkan peradaban baru bahwa kejahatan itu baik.
Kerusakan alam karena
kerakusan dan kebodohan manusia sudah tidak terbendung lagi. Pencemaran udara,
air, dan tanah sudah sangat kronis. Makhluk lemah yang seharusnya mendapat
perlindungan dari manusia justru kehidupannya terancam. Perubahan musim yang
ekstrem belum menyadarkan manusia akan ulahnya sendiri. Sifat konsumeristis manusia membawa pengaruh yang
dasyat. Produksi sampah plastik dan styrofoam sangat merusak alam. Biota laut
menjadi korban. Jutaan ton plastik masuk ke laut setiap tahun. Sesungguhnya, pribadi berhikmat dan
bijaksana juga diukur dari kepeduliannya pada lingkungan dan keutuhan ciptaan. Orang berhikmat harus menjadi pemimpin bagi diri
sendiri untuk mengurangi sampah plastik dan styrofoam. Mulailah dari tindakan
kecil dan sederhana seperti menyayangi tanaman sebagai sahabat. Bila semua
manusia di dunia melakukan tindakan kecil di lingkungannya, maka bumi akan
selamat. Think globally act locally.
Perlu manusia dengan hikmat kekinian menanggapi
dunia ini dengan segala kemajuannya. Dunia membutuhkan orang dengan kesucian
dan hikmat yang berani lawan arus. Arus umum sekarang adalah arus egoistis,
individualistis, materialistis, konsumeristis, dan litani sifat buruk manusia.
Kebanyakan orang tenggelam dan terseret dalam arus yang sama. Butuh orang yang
berani dan sadar untuk melawan arus umum itu. Orang berhikmat adalah orang yang
mengerti tentang kebenaran dan menjalankan kebenaran itu. Orang bijak adalah
orang yang membiasakan yang benar, bukan membenarkan yang biasa. Bangsa ini
butuh orang seperti ini. Orang-orang yang akan mengangkat martabat bangsa
Indonesia.
Orang
Kristiani harus berhikmat dan bijak. Sebagai abdi negara atau karyawan di
perusahaan apapun harus penuh kejujuran. Pantang plastik dan styrofoam tanpa
toleransi dan syarat waktu dan tempat. Mengajarkan orang lain menyayangi bumi
ini. Mulai menyediakan energi untuk mendengarkan orang lain. Sediakan waktu
untuk mendengarkan anak-anak bercerita tentang keseruan mereka di sekolah. Beri
keterbukaan hati untuk kebahagiaan sesama. Itulah pertobatan. Kita menjadi
manusia baru penuh hikmat dan kebijaksanaan setelah mengalami perjumpaan dengan
Tuhan. Salam hikmat.
Oleh : Dominikus Gratius